Minggu, 30 Agustus 2009

Si Bawel Ketanggor Cinta

Punya teman bawel, ngomong tanpa akhir, agak lemot, tetapi baik hati? Waduh, susah juga ya? Harus ekstra sabar kalo lagi ngobrol ato curhat dengannya. Bisa-bisa beban kita tidak berkurang, tetapi malah tambah stres. Duh, duh, tensi naik tanpa kejelasan! Eh, tetapi itu yang dihadapi Yola setiap hari, eh enam hari seminggu! Tidak bisa membayangkannya, deh.
Yup, yup, Yola punya teman duduk yang bawel melebihi ibu tiri (aduh, tidak nyambung) bernama Lele … eh salah, Lea. Kayak film remaja saja, ya. Lea tuh jagoan, baik hati, dan suka menolong. Tidak sia-sia dia dapat ban hitam dalam karate (semoga bukan bekas ban motor tuh). Salah satu kepiawaiannya adalah menangkap copet! Tetapiii … wah ada tapinya juga, Lea tuh super duper bawel alias kalau sudah bicara, tidak bisa berhenti. Pokoknya, siapa pun yang mengajak bicara bisa menangis es jeruk kalau bertemu Lea (hehe, daripada menangis darah kan tidak enak). Lebay, ya? Kalau tidak percaya, coba saja tanya Panji atau Windy.
Yah, paling-paling hanya Yugi yang sudah mafhum dengan sifat Lea. Maklumlah, mereka sudah sobatan luamuaaa …. Ehem, kok jadi penasaran apa mereka pernah saling jatuh cinta ya? Glek, Lea malah tertawa saat Yola menanyakan pertanyaan itu. Sahabat ya sahabat! Titik, tidak pakai koma. Lagipula, Yugi sudah punya pacar cantik bernama Kenni, plus tidak bawel. Hahaha.
Meski bawel dan punya segudang teman cowok, Lea ternyata bisa jatuh cinta juga. Yaelah, Lele juga manusia! Eh, Lea! (Hihihi, Lea sudah melotot di depan sana.) Bukan kepada Aditya Baradinata, anak IPA yang jago melukis dan irit suara. Padahal Kenni dan Yola sudah semangat menjodohkan mereka. Jangan-jangan, Lea jatuh cinta beneran kepada Gilang yang notabene pandai main piano dan maniak musik klasik (lebay lagi). Buktinya, dering HP Lea yang biasanya lagu dangdut bisa berubah lagu romantis nan mendayu. Halah, bukan Lea banget!
Waw, Lea juga pernah kepikiran Yugi! Yugi, sahabat yang baik dan paling mengerti Lea (baca: sama-sama bawel dan nyambung meski sedang ngomong hal abstrak alias tidak jelas). Aduh, sebenarnya dia tuh suka sama siapa? Tuing tuing … akhirnya pendekar pembela kebenaran dan kebetulan kita ketanggor dilema cinta. Lalu … siapa yang akan kamu pilih, Le?


Judul : Bodyguard Bawel
Penulis : Triani Retno A.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jenis : Fiksi

Rabu, 19 Agustus 2009

Hai

Aku sangat ingin menyapamu
Lama sudah suara ini terdengar jauh
Kata itu terhenti di ujung lidah
Sampai serasa mencekik kehidupanku

“Hai”
Hanya itu yang ingin kuucapkan
Namun keangkuhan kau bangun setinggi gunung
Tiada mampu aku merengkuhnya

Mengapa bukan kau saja yang memanggilku
Dengan suara lirihmu seperti biasa
Kuingin mendengarnya meski samar
Di tengah pikuknya hujan sore ini

15.20
24112008

SETELAH 7 WANITA MENAMPARKU

Judul novel yang sangat provokatif! Membuatku penasaran dengan ceritanya. Siapa saja 7 wanita yang dimaksud? Itu pertanyaan awalku sebelum membaca. Sampul depan pun mengesankan cerita yang tergolong tidak ringan. Dengan semangat ingin menjawab rasa ingin tahu, aku membacanya. Yah, aku sempat terhenti di awal membaca karena minor mistake yang kutemui. Aduh, payah juga aku. Bukankah aku hanya membacanya, bukan mengoreksi?
Akhirnya, setelah memutuskan untuk ‘hanya membaca’ dan bukan lainnya, aku kembali menelusuri jejak Desta Aletea Sabarno. Jalannya tidak hanya lurus, kadang berkelok hingga aku perlu melompat sesekali. Namun, kesan ‘cerita berat’ di awal membaca perlahan menghilang. Aku sempat tersenyum membayangkan hiruk-pikuknya keluarga Sabarno dan reuni SMU yang ‘dikacaukan’ Desta. Aku pun sempat tertawa saat membayangkan wajah Pram yang marah saat tidak mendapatkan keinginannya dari Desta di rumah makan Sun-Sun.
Aduh, Desta, kau pun berani mengubah saksi menjadi terdakwa di pengadilan yang menuntutmu telah mencemarkan nama baik. Ah, andai Bu Prita sudah membaca kisahmu lebih dulu, mungkin dia akan mempraktikkan ‘pembelaanmu’. Kalimat-kalimat cerdas yang tak terduga keluar darimu yang bahkan tidak bergelar ‘sarjana hukum’. Sepupu pengacaramu sampai tidak bisa membantahmu.
Aku geleng kepala setelah usai membaca kisah Desta. Apa pun yang datang, dia hadapi dengan ketenangan yang kadang di luar perkiraanku. Meskipun kadang dia tidak cukup yakin dengan tindakan atau ucapannya.
Baiklah, kesan cerita ‘berat’ memang pupus, tetapi pesan dan temanya tidak bisa dibilang ringan. Anak S-E-N benar-benar cerdas membungkus persoalan wanita lajang di usia yang tergolong ‘rawan’ dengan cerita ringan dan alur yang tidak membosankan. Detil di perjalanan Desta membuktikan jika penulis tidak sekadar menulis cerita tanpa pengetahuan ‘seadanya’. Dia cukup cermat mengamati berita maupun keadaan yang sedang terjadi saat ini. Salut untuk Anak S-E-N! Eh, penasaran tentang 7 wanitanya belum terpuaskan! Apakah ada kelanjutannya?

Ditulis pada siang hari yang tak begitu terik
17 Ags 09


Judul: SETELAH 7 WANITA MENAMPARKU
Penulis: Anak S-E-N
Penerbit: Sheila
ISBN: 978-979-29-0815-2
Jenis buku: Fiksi

Selasa, 18 Agustus 2009

Singing ...

the song i sing ... blur with passion
the song u sing ... happy with bitterness
the song i sing is not the song u sing
but they are our own song

the song u sing resounding my song from my past
a song that almost vanishes from my life
i sing old but new song
i sing to renew my own life

the song i sing brings my soul
to rejoice life and compassion
my song singing your song without tears
just singing the song

just a housewife

Harapan paling besar dan berarti? Hm, sedikit membuatku melayang ke masa lalu. Perubahan cita-cita dari guru, pengacara, hingga penulis novel terkenal menghiasi perjalananku. Namun, ada yang tak berubah sejak aku menyadari itu cita-citaku sebenarnya (izinkan aku menggunakan kata cita-cita). Aku hanya ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik. Aku sadar kata ‘baik’ sangat relatif. Ada yang bilang itu terlalu muluk, tetapi ada juga yang bilang itu terlalu sederhana. Benarkah?
Bagiku itu cita-cita yang ingin kucapai, entah bagaimanapun hasilnya nanti. Aku ingin menjadi ibu yang bisa menopang keluarga, bukan dalam hal materi. Inginnya memberi tempat untuk pulang bagi setiap anggota keluargaku kelak, ya suami maupun anak-anak (jika Tuhan mengizinkan). Siang tadi sempat terpikir jika keluarga saja merasa tidak nyaman saat pulang ke rumah dan harus mencari tempat mengeluarkan uneg-uneg atau rasa lelah di luar, bukankah rumah (home) akan kehilangan artinya? Siapa lagi yang bisa memberi makna selain anggota keluarga itu sendiri? Dan menurutku, seorang ibu akan sangat berperan penting dalam hal ini. Bila ibu dapat memberikan kenyamanan bagi setiap anggota keluarga, mereka akan selalu pulang untuk berbagi apa pun.
Apakah ibu yang berperan ganda dengan berkarier tidak dapat memberikan kenyamanan yang sama? Mengapa aku tidak bercita-cita mencapai peran ganda yang berhasil? Aku tidak menganggap ibu yang berperan ganda seperti itu. Banyak contoh ibu yang membuktikan mereka berhasil dalam karier maupun keluarga. Namun, aku memang tidak terpanggil seperti itu. Aku ingin memberikan sepenuhnya waktuku bagi keluarga, semampuku. Aku ingin menikmati setiap detik berharga bersama anak-anakku kelak. Membentuk keluarga yang sungguh bahagia dan mensyukuri yang dimiliki, itu adalah harapanku dan semoga Tuhan mengabulkannya. 

18 Agustus 2008

Sore Ini

Sore ini cukup mendung, Teman.
Apakah hujan akan turun kali ini?
Tolong tanyakan padanya, ya?
Aku ingin menitipkan pelangi.

Teman, mendung makin gelap saja.
Angin juga ikut menyambangi.
Adakah kau mengundangnya datang?
Aku sedang tidak ingin menemani.

Sore ini aku hanya ingin pulang.
Bukan untuk berkelung.
Hanya sekadar berbincang.
Bersama mendung.

(hampir setengah empat sore)
15 april 09

MEREKA (TERNYATA) JUGA MANUSIA

Hore!!! Aku bersorak dalam hati karena untuk kesempatan kali ini tidak datang mepet atau terlambat. Aku dan adikku masih bisa memilih tempat duduk. Senangnya!
Yup, setelah 2 th absen, akhirnya aku bisa ikut tugas koor lagi. Acara tahunan di lingkungan yang menyenangkan bagiku karena bisa ikut bernyanyi (tanpa hrs hapal syair dan suara fals). ;p
Suasana hari ini mungkin tak semegah sebelum2nya karena berita duka yg bertubi datang beberapa waktu terakhir. Namun, acara ini tetap harus berjalan. Aku pun bersemangat untuk ikut membantu memeriahkannya (sok penting nih) dan berharap sema lancar. Sedikit ada harapan bertemu teman-teman lama. Tahun lalu mereka datang dan hanya menitipkan salam kepada ibuku. Duh, inginnya bertemu mereka kembali. Bagaimana kabar mereka sekarang, ya?
Pukul 5 sore acara dimulailah. Satu per satu lagu kami nyanyikan. Fiuh, sempat keseleo juga, tetapi untung tidak terlalu tampak. Hehehe, alibi yg bagus. Akhirnya inti acara tiba, dan kami yg datang pun mulai menghapal nama mereka. Beberapa pemuda baru bergabung. Mereka dipanggil satu per satu. Pelan aku membatin, semoga jumlah yg sama akan keluar dari sini. Amen.
Selintas ingatan datang, ingatan akan seorang sahabat di masa lalu. “Kami juga manusia, Cil. Manusia dengan keterbatasan. Jangan menghakimi seakan kami tidak bisa melakukan salah atau membuat keputusan tidak seperti yg kalian harapkan.”
Aku hanya tersenyum saat itu. Ya, aku juga paham. Saat kecil aku merasa keputusan hidup tidak seperti orang lain pastilah bukan hal mudah dan sekali memilih, mereka tidak akan mengubah keputusannya. Namun, saat ini aku sudah tak berpikir seperti itu lagi. Setelah banyak kulihat pemuda-pemuda seperti yg sekarang di depanku masuk dan keluar dengan jumlah lebih sedikit, aku mulai membuka pikiran. Aku teringat seorang pastur menyanyikan lirik lagu dari Seurius, “Rocker jg manusia”, tetapi diganti menjadi, “Romo jg manusia.” Hehehe, kurasa bisa jg diganti bermacam-macam sesuai kondisi.
Aku tersenyum mendengar adikku berbisik, “Wah, kita lihat saja berapa yg akan bertahan sampai tahun depan.” Memang ini bukan lomba dan tak akan ada yg kalah karena gugur di tengah jalan. Semua kembali ke pribadi masing-masing. Bukankah manusia memang diberi kesempatan memilih? Meski kadang keputusan itu tidak sama seperti yg diharapkan masyarakat atau bahkan keluarga mereka sendiri.
Tidak hanya satu-dua orang yg kukenal memutuskan jalan berbeda di tengah perjalanan. Ada yg benar-benar karena ingin berhenti, tetapi ada pula yg berhenti karena keadaan yg tidak diinginkan. Sedih memang, karena ada sebagian yg aku kenal dari awal perjalanan. Namun, jika itu memang harus terjadi, aku hanya bisa berharap semoga itu jalan terbaik bagi mereka.
Yap, acara berakhir juga. Lancar seperti yg kami semua harapkan. Mengucapkan selamat bagi mereka adalah hal yg wajib kulakukan (ya iyalah). Tak lupa yg memperbarui janji juga kuberi ucapan selamat. Mereka termasuk teman lama yg hampir kulupakan. Senangnya mereka masih berada di jalan ini (salah satu keegoisan diri ya?). ;p
Banyak obrolan menyenangkan, ejekan, bahkan tanya-jawab kami lalui; tetapi beberapa wajah tak juga muncul hingga akhirnya adikku mengajak pulang. Ah, mungkin mereka memang tidak bisa datang seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal aku merasa tahun depan mungkin tak bisa lagi berada di sini. Sudahlah, tidak apa-apa. Aku yakin mereka baik-baik saja. Tuhan menjaga. Amen.

170809
(sebuah catatan utk sabtu sore kmrn)

Rabu, 12 Agustus 2009

malam tadi

Terpaksa kumatikan komputer meski mashi ingin OL atau membaca kumpulan kisah tulisan seorang sahabat. Mengantuk? Tidak, mataku masih cukup lebar. Batere Hpku drop sehingga harus segera diisi ulang karena aku sedang asik mendengarkan radio. Ada pemutaran lagu-lagu manca. Usulan temanku juga nih. Hufh, mengapa charger harus jauh dari komputer, sih! ;(
Ya sudah, akhirnya kupindahkan tempat bersandar di sebuah tikar yang berdekatan dengan charger dan stabilisator. ;p
Dengan loudspeaker aku mendengar lagu bernuansa pop itu. ah, bukan lagu lama, tetapi membuat ingatan melayang cukup lama. Aduh aduh, jadi melow. :D
Kulirik HP yang tak jua menampilkan tanda sms masuk. Ah, mungkin nun jauh di sana yang tersayang sedang sibuk bercengkerama dengan saudara dan kerabat. Dia mungkin terlalu sibuk bercerita hingga tak sempat sms sekadar untuk mengucapkan selamat malam. Hahaha, mengapa aku merasa terlalu menuntut begini?
“Mengapa tidak kau saja yang mengirim sms kepadanya? Bisik hatiku. Tidak, jawabku. Aku mo hemat pulsa, males ngetik sms … dan banyak alibi di otakku. Dasar!!! ;p
Aku malah teringat kejadian beberapa hari lalu sebelum dia berangkat berlibur. Seorang sahabat yang sedang berkunjung tertawa keras. Sahabatku itu mengatakan betapa manjanya dia sampai-sampai aku harus mengantarnya ke stasiun. Entah mengapa, dadaku terasa sesak. Spontan aku menyahut jika aku yang ingin mengantarnya. Ya, sore itu aku tergesa bersiap untuk ke rumahnya. Padahal aku sadar sahabatku masih ingin tinggal. Ah, aku tak bisa menjelaskan betapa ingin aku berada di 2 tempat dalam waktu yang sama.
Ingin sekali aku menjelaskan panjang lebar alasanku kepada sahabatku itu, tetapi aku benar-benar sedang tidak punya energi. Sahabatku itu juga bilang tak mengerti hal-hal seperti itu. Aduh, aku tak tahu harus bilang apa. Dalam sms sesudahnya, sahabatku bilang mungkin itu karena hubunganku yang sudah cukup lama dan dia tak cukup beruntung memiliki hubungan seperti itu. (Kira-kira seperti itu smsnya, jika tidak salah ingat.) Aku hanya menjawab ini pertama kali kami terpisah jauh dan cukup lama. Entah sahabatku itu mengerti atau tidak.
Bila ingat sahabatku yang menertawakan kami, kadang aku masih sedih. Ah, untuk apa coba? Aku hanya akan rugi sendiri, bukan? Aku sendiri tidak mengerti. Sore itu aku hanya ingin mengantarnya pergi. Berpamitan. Banyak kekhawatiran di otakku. Aduh, ini sudah pasti karena bermacam berita di tivi dan koran. Bermacam kecelakaan pesawatlah, kapallah, kereta apilah …. Duh, trauma deh jadinya. Aku tahu tak boleh terlalu khawatir begini karena akibatnya malah tidak baik. Mau bagaimana lagi? Aku memang mudah khawatir. Jadinya ya beginilah.
Aku hanya ingin bertemu sebelum dia berangkat, apalagi beberapa hari terakhir aku malah jengkel kepadanya. Hahaha, dasar aku! Apa perempuan lain juga seperti ini ya? (Pastinya sahabatku itu akan bilang tidak dengan keras. Hahaha.) Aku hanya tak ingin kehilangan satu momen. Berpamitan.
Lucu juga jika ingat sehari sebelumnya (saat masih jengkel) aku mati-matian bilang tak ingin mengantarnya sampai stasiun. Pasti akan terasa berat. I just knew. Namun, di saat terakhir aku ingin sekali ikut. Mungkin aku hanya ingin meyakinkan diri sendiri akan baik-baik saja.
Yap. Momen berpamitan yang berat. Ayolah, pastinya tidak seperti drama melodramatis di tivi. ;p lalu dia pun pergi. Aku menatap laju kereta api dan meyakinkan diri ada tugas yang harus kuselesaikan hingga tak bisa berlibur bersamanya. Just a hint. Owh, aku baru saja mengirimkan sms singkat untuknya. Selamat malam. :)

120809-130809

Kamis, 06 Agustus 2009

men from my past

nama-nama dari masa lalu itu bermunculan, satu demi satu.
awalnya tidak terpikirkan olehku, tetapi setelah nama kedua, lalu ketiga, baru aku merasa ada sesuatu.
ya ya, bukannya aku jadi bernostalgia, hanya aneh saja. bayangkan, teman yang sudah 5th lebih hilang kontak, tiba-tiba menyapa. nama terakhir muncul melalui dering telepon siang itu. benar-benar ....
seorang sahabat mengatakan, tandanya aku harus melangkah ke depan. mungkin maksudnya agar aku tidak terkenang-kenang masa yg telah lalu, bahkan zaman purbakala. ;p
namun, ada yg lain di otakku. mengapa aku malah ingin memutar ulang semua di masa lalu yg lama memudar (maklum, kepala pernah kepentok beberapa kali sampe agak amnesia separuh)?
bukan, aku tak bermaksud terkenang, melarat-larat dan menyesali. bukan itu! aku hanya ingin memutar ulang untuk menyegarkan ingatanku akan nama-nama lain yg juga sudah memudar. aku hanya ingin mengingatnya. tentu tidak tepat seperti yg kualami dulu. fiuh, itu sudah cukup basi mungkin.
aku ingin membungkusnya kembali dengan pernik-pernik yg baru kudapat, menggunakan kertas yg lebih unik agar tak lagi terlupa. aku takkan memamerkannya. aku takkan menjualnya, meski kepadamu. aku hanya ingin meletakkannya kembali ke peti harta karunku. mungkin jika kau ingin menggunakannya, aku akan memberikannya. kau tak perlu membayarnya dengan uang atau barang. cukup dengan satu senyum penuh pengertian. hanya itu.

14.12
050809

Sayang ...

Mengapa sulit sekali menuliskan perjalanan kita, Sayang?
Tidak muncul satu kata pun untuk kutorehkan dalam kanvas ini.
Adakah kau tahu alasannya?
Ayolah, beri tahu aku!

Apakah perjalanan itu terlalu panjang?
Sampai-sampai otakku tak mampu memutar ulang langkah kita.
Sayang, adakah kau tahu mengapa?
Jangan hanya diam di sudut jalan!

Mengapa tidak mudah mencari serpihan satu bait saja?
Apakah kau sudah menemukannya?
Aku melihatmu melangkah sedikit jauh.
Mungkinkah kau berhasil merangkainya?

Ah, lelahnya … mencari tanpamu.
Mengapa kau malah tersenyum sambil merentangkan tangan?
Ah, Sayang, ini bukan waktunya berdansa.
Jangan menggodaku seperti itu!

Sayang, maafkan aku ya.
Tiada puisi atau kisah yang kutulis tentangmu.
Mengapa kau tetap tersenyum dan mendekat?
Adakah aku melupakan sesuatu?

Ah, terima kasih sudah mengingatkanku, Sayang.
Senyum dan pelukanmu ini adalah bingkai terindah.
Ternyata cukup kita nyanyikan saja perjalanan ini.
Langkah kan selalu mengikuti.

13.17 280709