Minggu, 30 Agustus 2009

Si Bawel Ketanggor Cinta

Punya teman bawel, ngomong tanpa akhir, agak lemot, tetapi baik hati? Waduh, susah juga ya? Harus ekstra sabar kalo lagi ngobrol ato curhat dengannya. Bisa-bisa beban kita tidak berkurang, tetapi malah tambah stres. Duh, duh, tensi naik tanpa kejelasan! Eh, tetapi itu yang dihadapi Yola setiap hari, eh enam hari seminggu! Tidak bisa membayangkannya, deh.
Yup, yup, Yola punya teman duduk yang bawel melebihi ibu tiri (aduh, tidak nyambung) bernama Lele … eh salah, Lea. Kayak film remaja saja, ya. Lea tuh jagoan, baik hati, dan suka menolong. Tidak sia-sia dia dapat ban hitam dalam karate (semoga bukan bekas ban motor tuh). Salah satu kepiawaiannya adalah menangkap copet! Tetapiii … wah ada tapinya juga, Lea tuh super duper bawel alias kalau sudah bicara, tidak bisa berhenti. Pokoknya, siapa pun yang mengajak bicara bisa menangis es jeruk kalau bertemu Lea (hehe, daripada menangis darah kan tidak enak). Lebay, ya? Kalau tidak percaya, coba saja tanya Panji atau Windy.
Yah, paling-paling hanya Yugi yang sudah mafhum dengan sifat Lea. Maklumlah, mereka sudah sobatan luamuaaa …. Ehem, kok jadi penasaran apa mereka pernah saling jatuh cinta ya? Glek, Lea malah tertawa saat Yola menanyakan pertanyaan itu. Sahabat ya sahabat! Titik, tidak pakai koma. Lagipula, Yugi sudah punya pacar cantik bernama Kenni, plus tidak bawel. Hahaha.
Meski bawel dan punya segudang teman cowok, Lea ternyata bisa jatuh cinta juga. Yaelah, Lele juga manusia! Eh, Lea! (Hihihi, Lea sudah melotot di depan sana.) Bukan kepada Aditya Baradinata, anak IPA yang jago melukis dan irit suara. Padahal Kenni dan Yola sudah semangat menjodohkan mereka. Jangan-jangan, Lea jatuh cinta beneran kepada Gilang yang notabene pandai main piano dan maniak musik klasik (lebay lagi). Buktinya, dering HP Lea yang biasanya lagu dangdut bisa berubah lagu romantis nan mendayu. Halah, bukan Lea banget!
Waw, Lea juga pernah kepikiran Yugi! Yugi, sahabat yang baik dan paling mengerti Lea (baca: sama-sama bawel dan nyambung meski sedang ngomong hal abstrak alias tidak jelas). Aduh, sebenarnya dia tuh suka sama siapa? Tuing tuing … akhirnya pendekar pembela kebenaran dan kebetulan kita ketanggor dilema cinta. Lalu … siapa yang akan kamu pilih, Le?


Judul : Bodyguard Bawel
Penulis : Triani Retno A.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jenis : Fiksi

Rabu, 19 Agustus 2009

Hai

Aku sangat ingin menyapamu
Lama sudah suara ini terdengar jauh
Kata itu terhenti di ujung lidah
Sampai serasa mencekik kehidupanku

“Hai”
Hanya itu yang ingin kuucapkan
Namun keangkuhan kau bangun setinggi gunung
Tiada mampu aku merengkuhnya

Mengapa bukan kau saja yang memanggilku
Dengan suara lirihmu seperti biasa
Kuingin mendengarnya meski samar
Di tengah pikuknya hujan sore ini

15.20
24112008

SETELAH 7 WANITA MENAMPARKU

Judul novel yang sangat provokatif! Membuatku penasaran dengan ceritanya. Siapa saja 7 wanita yang dimaksud? Itu pertanyaan awalku sebelum membaca. Sampul depan pun mengesankan cerita yang tergolong tidak ringan. Dengan semangat ingin menjawab rasa ingin tahu, aku membacanya. Yah, aku sempat terhenti di awal membaca karena minor mistake yang kutemui. Aduh, payah juga aku. Bukankah aku hanya membacanya, bukan mengoreksi?
Akhirnya, setelah memutuskan untuk ‘hanya membaca’ dan bukan lainnya, aku kembali menelusuri jejak Desta Aletea Sabarno. Jalannya tidak hanya lurus, kadang berkelok hingga aku perlu melompat sesekali. Namun, kesan ‘cerita berat’ di awal membaca perlahan menghilang. Aku sempat tersenyum membayangkan hiruk-pikuknya keluarga Sabarno dan reuni SMU yang ‘dikacaukan’ Desta. Aku pun sempat tertawa saat membayangkan wajah Pram yang marah saat tidak mendapatkan keinginannya dari Desta di rumah makan Sun-Sun.
Aduh, Desta, kau pun berani mengubah saksi menjadi terdakwa di pengadilan yang menuntutmu telah mencemarkan nama baik. Ah, andai Bu Prita sudah membaca kisahmu lebih dulu, mungkin dia akan mempraktikkan ‘pembelaanmu’. Kalimat-kalimat cerdas yang tak terduga keluar darimu yang bahkan tidak bergelar ‘sarjana hukum’. Sepupu pengacaramu sampai tidak bisa membantahmu.
Aku geleng kepala setelah usai membaca kisah Desta. Apa pun yang datang, dia hadapi dengan ketenangan yang kadang di luar perkiraanku. Meskipun kadang dia tidak cukup yakin dengan tindakan atau ucapannya.
Baiklah, kesan cerita ‘berat’ memang pupus, tetapi pesan dan temanya tidak bisa dibilang ringan. Anak S-E-N benar-benar cerdas membungkus persoalan wanita lajang di usia yang tergolong ‘rawan’ dengan cerita ringan dan alur yang tidak membosankan. Detil di perjalanan Desta membuktikan jika penulis tidak sekadar menulis cerita tanpa pengetahuan ‘seadanya’. Dia cukup cermat mengamati berita maupun keadaan yang sedang terjadi saat ini. Salut untuk Anak S-E-N! Eh, penasaran tentang 7 wanitanya belum terpuaskan! Apakah ada kelanjutannya?

Ditulis pada siang hari yang tak begitu terik
17 Ags 09


Judul: SETELAH 7 WANITA MENAMPARKU
Penulis: Anak S-E-N
Penerbit: Sheila
ISBN: 978-979-29-0815-2
Jenis buku: Fiksi

Selasa, 18 Agustus 2009

Singing ...

the song i sing ... blur with passion
the song u sing ... happy with bitterness
the song i sing is not the song u sing
but they are our own song

the song u sing resounding my song from my past
a song that almost vanishes from my life
i sing old but new song
i sing to renew my own life

the song i sing brings my soul
to rejoice life and compassion
my song singing your song without tears
just singing the song

just a housewife

Harapan paling besar dan berarti? Hm, sedikit membuatku melayang ke masa lalu. Perubahan cita-cita dari guru, pengacara, hingga penulis novel terkenal menghiasi perjalananku. Namun, ada yang tak berubah sejak aku menyadari itu cita-citaku sebenarnya (izinkan aku menggunakan kata cita-cita). Aku hanya ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik. Aku sadar kata ‘baik’ sangat relatif. Ada yang bilang itu terlalu muluk, tetapi ada juga yang bilang itu terlalu sederhana. Benarkah?
Bagiku itu cita-cita yang ingin kucapai, entah bagaimanapun hasilnya nanti. Aku ingin menjadi ibu yang bisa menopang keluarga, bukan dalam hal materi. Inginnya memberi tempat untuk pulang bagi setiap anggota keluargaku kelak, ya suami maupun anak-anak (jika Tuhan mengizinkan). Siang tadi sempat terpikir jika keluarga saja merasa tidak nyaman saat pulang ke rumah dan harus mencari tempat mengeluarkan uneg-uneg atau rasa lelah di luar, bukankah rumah (home) akan kehilangan artinya? Siapa lagi yang bisa memberi makna selain anggota keluarga itu sendiri? Dan menurutku, seorang ibu akan sangat berperan penting dalam hal ini. Bila ibu dapat memberikan kenyamanan bagi setiap anggota keluarga, mereka akan selalu pulang untuk berbagi apa pun.
Apakah ibu yang berperan ganda dengan berkarier tidak dapat memberikan kenyamanan yang sama? Mengapa aku tidak bercita-cita mencapai peran ganda yang berhasil? Aku tidak menganggap ibu yang berperan ganda seperti itu. Banyak contoh ibu yang membuktikan mereka berhasil dalam karier maupun keluarga. Namun, aku memang tidak terpanggil seperti itu. Aku ingin memberikan sepenuhnya waktuku bagi keluarga, semampuku. Aku ingin menikmati setiap detik berharga bersama anak-anakku kelak. Membentuk keluarga yang sungguh bahagia dan mensyukuri yang dimiliki, itu adalah harapanku dan semoga Tuhan mengabulkannya. 

18 Agustus 2008

Sore Ini

Sore ini cukup mendung, Teman.
Apakah hujan akan turun kali ini?
Tolong tanyakan padanya, ya?
Aku ingin menitipkan pelangi.

Teman, mendung makin gelap saja.
Angin juga ikut menyambangi.
Adakah kau mengundangnya datang?
Aku sedang tidak ingin menemani.

Sore ini aku hanya ingin pulang.
Bukan untuk berkelung.
Hanya sekadar berbincang.
Bersama mendung.

(hampir setengah empat sore)
15 april 09

MEREKA (TERNYATA) JUGA MANUSIA

Hore!!! Aku bersorak dalam hati karena untuk kesempatan kali ini tidak datang mepet atau terlambat. Aku dan adikku masih bisa memilih tempat duduk. Senangnya!
Yup, setelah 2 th absen, akhirnya aku bisa ikut tugas koor lagi. Acara tahunan di lingkungan yang menyenangkan bagiku karena bisa ikut bernyanyi (tanpa hrs hapal syair dan suara fals). ;p
Suasana hari ini mungkin tak semegah sebelum2nya karena berita duka yg bertubi datang beberapa waktu terakhir. Namun, acara ini tetap harus berjalan. Aku pun bersemangat untuk ikut membantu memeriahkannya (sok penting nih) dan berharap sema lancar. Sedikit ada harapan bertemu teman-teman lama. Tahun lalu mereka datang dan hanya menitipkan salam kepada ibuku. Duh, inginnya bertemu mereka kembali. Bagaimana kabar mereka sekarang, ya?
Pukul 5 sore acara dimulailah. Satu per satu lagu kami nyanyikan. Fiuh, sempat keseleo juga, tetapi untung tidak terlalu tampak. Hehehe, alibi yg bagus. Akhirnya inti acara tiba, dan kami yg datang pun mulai menghapal nama mereka. Beberapa pemuda baru bergabung. Mereka dipanggil satu per satu. Pelan aku membatin, semoga jumlah yg sama akan keluar dari sini. Amen.
Selintas ingatan datang, ingatan akan seorang sahabat di masa lalu. “Kami juga manusia, Cil. Manusia dengan keterbatasan. Jangan menghakimi seakan kami tidak bisa melakukan salah atau membuat keputusan tidak seperti yg kalian harapkan.”
Aku hanya tersenyum saat itu. Ya, aku juga paham. Saat kecil aku merasa keputusan hidup tidak seperti orang lain pastilah bukan hal mudah dan sekali memilih, mereka tidak akan mengubah keputusannya. Namun, saat ini aku sudah tak berpikir seperti itu lagi. Setelah banyak kulihat pemuda-pemuda seperti yg sekarang di depanku masuk dan keluar dengan jumlah lebih sedikit, aku mulai membuka pikiran. Aku teringat seorang pastur menyanyikan lirik lagu dari Seurius, “Rocker jg manusia”, tetapi diganti menjadi, “Romo jg manusia.” Hehehe, kurasa bisa jg diganti bermacam-macam sesuai kondisi.
Aku tersenyum mendengar adikku berbisik, “Wah, kita lihat saja berapa yg akan bertahan sampai tahun depan.” Memang ini bukan lomba dan tak akan ada yg kalah karena gugur di tengah jalan. Semua kembali ke pribadi masing-masing. Bukankah manusia memang diberi kesempatan memilih? Meski kadang keputusan itu tidak sama seperti yg diharapkan masyarakat atau bahkan keluarga mereka sendiri.
Tidak hanya satu-dua orang yg kukenal memutuskan jalan berbeda di tengah perjalanan. Ada yg benar-benar karena ingin berhenti, tetapi ada pula yg berhenti karena keadaan yg tidak diinginkan. Sedih memang, karena ada sebagian yg aku kenal dari awal perjalanan. Namun, jika itu memang harus terjadi, aku hanya bisa berharap semoga itu jalan terbaik bagi mereka.
Yap, acara berakhir juga. Lancar seperti yg kami semua harapkan. Mengucapkan selamat bagi mereka adalah hal yg wajib kulakukan (ya iyalah). Tak lupa yg memperbarui janji juga kuberi ucapan selamat. Mereka termasuk teman lama yg hampir kulupakan. Senangnya mereka masih berada di jalan ini (salah satu keegoisan diri ya?). ;p
Banyak obrolan menyenangkan, ejekan, bahkan tanya-jawab kami lalui; tetapi beberapa wajah tak juga muncul hingga akhirnya adikku mengajak pulang. Ah, mungkin mereka memang tidak bisa datang seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal aku merasa tahun depan mungkin tak bisa lagi berada di sini. Sudahlah, tidak apa-apa. Aku yakin mereka baik-baik saja. Tuhan menjaga. Amen.

170809
(sebuah catatan utk sabtu sore kmrn)

Rabu, 12 Agustus 2009

malam tadi

Terpaksa kumatikan komputer meski mashi ingin OL atau membaca kumpulan kisah tulisan seorang sahabat. Mengantuk? Tidak, mataku masih cukup lebar. Batere Hpku drop sehingga harus segera diisi ulang karena aku sedang asik mendengarkan radio. Ada pemutaran lagu-lagu manca. Usulan temanku juga nih. Hufh, mengapa charger harus jauh dari komputer, sih! ;(
Ya sudah, akhirnya kupindahkan tempat bersandar di sebuah tikar yang berdekatan dengan charger dan stabilisator. ;p
Dengan loudspeaker aku mendengar lagu bernuansa pop itu. ah, bukan lagu lama, tetapi membuat ingatan melayang cukup lama. Aduh aduh, jadi melow. :D
Kulirik HP yang tak jua menampilkan tanda sms masuk. Ah, mungkin nun jauh di sana yang tersayang sedang sibuk bercengkerama dengan saudara dan kerabat. Dia mungkin terlalu sibuk bercerita hingga tak sempat sms sekadar untuk mengucapkan selamat malam. Hahaha, mengapa aku merasa terlalu menuntut begini?
“Mengapa tidak kau saja yang mengirim sms kepadanya? Bisik hatiku. Tidak, jawabku. Aku mo hemat pulsa, males ngetik sms … dan banyak alibi di otakku. Dasar!!! ;p
Aku malah teringat kejadian beberapa hari lalu sebelum dia berangkat berlibur. Seorang sahabat yang sedang berkunjung tertawa keras. Sahabatku itu mengatakan betapa manjanya dia sampai-sampai aku harus mengantarnya ke stasiun. Entah mengapa, dadaku terasa sesak. Spontan aku menyahut jika aku yang ingin mengantarnya. Ya, sore itu aku tergesa bersiap untuk ke rumahnya. Padahal aku sadar sahabatku masih ingin tinggal. Ah, aku tak bisa menjelaskan betapa ingin aku berada di 2 tempat dalam waktu yang sama.
Ingin sekali aku menjelaskan panjang lebar alasanku kepada sahabatku itu, tetapi aku benar-benar sedang tidak punya energi. Sahabatku itu juga bilang tak mengerti hal-hal seperti itu. Aduh, aku tak tahu harus bilang apa. Dalam sms sesudahnya, sahabatku bilang mungkin itu karena hubunganku yang sudah cukup lama dan dia tak cukup beruntung memiliki hubungan seperti itu. (Kira-kira seperti itu smsnya, jika tidak salah ingat.) Aku hanya menjawab ini pertama kali kami terpisah jauh dan cukup lama. Entah sahabatku itu mengerti atau tidak.
Bila ingat sahabatku yang menertawakan kami, kadang aku masih sedih. Ah, untuk apa coba? Aku hanya akan rugi sendiri, bukan? Aku sendiri tidak mengerti. Sore itu aku hanya ingin mengantarnya pergi. Berpamitan. Banyak kekhawatiran di otakku. Aduh, ini sudah pasti karena bermacam berita di tivi dan koran. Bermacam kecelakaan pesawatlah, kapallah, kereta apilah …. Duh, trauma deh jadinya. Aku tahu tak boleh terlalu khawatir begini karena akibatnya malah tidak baik. Mau bagaimana lagi? Aku memang mudah khawatir. Jadinya ya beginilah.
Aku hanya ingin bertemu sebelum dia berangkat, apalagi beberapa hari terakhir aku malah jengkel kepadanya. Hahaha, dasar aku! Apa perempuan lain juga seperti ini ya? (Pastinya sahabatku itu akan bilang tidak dengan keras. Hahaha.) Aku hanya tak ingin kehilangan satu momen. Berpamitan.
Lucu juga jika ingat sehari sebelumnya (saat masih jengkel) aku mati-matian bilang tak ingin mengantarnya sampai stasiun. Pasti akan terasa berat. I just knew. Namun, di saat terakhir aku ingin sekali ikut. Mungkin aku hanya ingin meyakinkan diri sendiri akan baik-baik saja.
Yap. Momen berpamitan yang berat. Ayolah, pastinya tidak seperti drama melodramatis di tivi. ;p lalu dia pun pergi. Aku menatap laju kereta api dan meyakinkan diri ada tugas yang harus kuselesaikan hingga tak bisa berlibur bersamanya. Just a hint. Owh, aku baru saja mengirimkan sms singkat untuknya. Selamat malam. :)

120809-130809

Kamis, 06 Agustus 2009

men from my past

nama-nama dari masa lalu itu bermunculan, satu demi satu.
awalnya tidak terpikirkan olehku, tetapi setelah nama kedua, lalu ketiga, baru aku merasa ada sesuatu.
ya ya, bukannya aku jadi bernostalgia, hanya aneh saja. bayangkan, teman yang sudah 5th lebih hilang kontak, tiba-tiba menyapa. nama terakhir muncul melalui dering telepon siang itu. benar-benar ....
seorang sahabat mengatakan, tandanya aku harus melangkah ke depan. mungkin maksudnya agar aku tidak terkenang-kenang masa yg telah lalu, bahkan zaman purbakala. ;p
namun, ada yg lain di otakku. mengapa aku malah ingin memutar ulang semua di masa lalu yg lama memudar (maklum, kepala pernah kepentok beberapa kali sampe agak amnesia separuh)?
bukan, aku tak bermaksud terkenang, melarat-larat dan menyesali. bukan itu! aku hanya ingin memutar ulang untuk menyegarkan ingatanku akan nama-nama lain yg juga sudah memudar. aku hanya ingin mengingatnya. tentu tidak tepat seperti yg kualami dulu. fiuh, itu sudah cukup basi mungkin.
aku ingin membungkusnya kembali dengan pernik-pernik yg baru kudapat, menggunakan kertas yg lebih unik agar tak lagi terlupa. aku takkan memamerkannya. aku takkan menjualnya, meski kepadamu. aku hanya ingin meletakkannya kembali ke peti harta karunku. mungkin jika kau ingin menggunakannya, aku akan memberikannya. kau tak perlu membayarnya dengan uang atau barang. cukup dengan satu senyum penuh pengertian. hanya itu.

14.12
050809

Sayang ...

Mengapa sulit sekali menuliskan perjalanan kita, Sayang?
Tidak muncul satu kata pun untuk kutorehkan dalam kanvas ini.
Adakah kau tahu alasannya?
Ayolah, beri tahu aku!

Apakah perjalanan itu terlalu panjang?
Sampai-sampai otakku tak mampu memutar ulang langkah kita.
Sayang, adakah kau tahu mengapa?
Jangan hanya diam di sudut jalan!

Mengapa tidak mudah mencari serpihan satu bait saja?
Apakah kau sudah menemukannya?
Aku melihatmu melangkah sedikit jauh.
Mungkinkah kau berhasil merangkainya?

Ah, lelahnya … mencari tanpamu.
Mengapa kau malah tersenyum sambil merentangkan tangan?
Ah, Sayang, ini bukan waktunya berdansa.
Jangan menggodaku seperti itu!

Sayang, maafkan aku ya.
Tiada puisi atau kisah yang kutulis tentangmu.
Mengapa kau tetap tersenyum dan mendekat?
Adakah aku melupakan sesuatu?

Ah, terima kasih sudah mengingatkanku, Sayang.
Senyum dan pelukanmu ini adalah bingkai terindah.
Ternyata cukup kita nyanyikan saja perjalanan ini.
Langkah kan selalu mengikuti.

13.17 280709

Rabu, 29 Juli 2009

pergi saja

aku rasa tiada
semangat itu hilang pula
tak tahu siapa mencurinya

ingin sekali aku lari saja
terus berlari…
tanpa tujuan pasti
hanya melarikan diri…

sungguh ku ingin pergi
toh, tak ada yang berarti
untuk ku singgahi
tiada makna lagi

23052007

15 januari 2008

mereka bilang jangan berharap
mereka bilang jangan aneh-aneh
mereka bilang itu mustahil
mereka juga bilang itu tak mungkin

namun adakah mereka mengerti
aku sadari semua itu
aku tahu semua itu
aku mengerti

ijinkan hatiku bicara
ijinkan egoku berucap
tak harus didengar
tak harus dipahami

kuhanya ingin seorang kakak
saat kubutuh dipeluk tanpa hasrat
saat kubutuh dimarahi tanpa emosi
saat kubutuh didengar tanpa kata

16.00
at the office

catatan lama

Aku suka padamu
Suka sekali…
Aku suka senyummu
Manis sekali…
Aku juga suka tawamu

Kau usil padaku
Kadang jahil padaku
Sering gemes padaku
Ingin marah padaku
Aku hanya tertawa

Kurasa aku sayang padamu
Sayang sekali…
Kurasa kita cocok
Cocok sekali…
Tuk jadi teman baik

01052007

Senin, 27 Juli 2009

Mengapa sulit sekali menuliskan perjalanan kita, Sayang?
Tidak muncul satu kata pun untuk kutorehkan dalam kanvas ini.
Adakah kau tahu alasannya?
Ayolah, beri tahu aku!

Apakah perjalanan itu terlalu panjang?
Sampai-sampai otakku tak mampu memutar ulang langkah kita.
Sayang, adakah kau tahu mengapa?
Jangan hanya diam di sudut jalan!

Mengapa tidak mudah mencari serpihan satu bait saja?
Apakah kau sudah menemukannya?
Aku melihatmu melangkah sedikit jauh.
Mungkinkah kau berhasil merangkainya?

Ah, lelahnya … mencari tanpamu.
Mengapa kau malah tersenyum sambil merentangkan tangan?
Ah, Sayang, ini bukan waktunya berdansa.
Jangan menggodaku seperti itu!

Sayang, maafkan aku ya.
Tiada puisi atau kisah yang kutulis tentangmu.
Mengapa kau tetap tersenyum dan mendekat?
Adakah aku melupakan sesuatu?

Ah, terima kasih sudah mengingatkanku, Sayang.
Senyum dan pelukanmu ini adalah bingkai terindah.
Ternyata cukup kita nyanyikan saja perjalanan ini.
Langkah kan selalu mengikuti.

13.17 280709

Sekocak-kocaknya penulis, mungkin lebih kocak tulisannya

NVO, NVO, dan NVO .... Weleh, apaan tuh ya? Ternyata Negeri van Oranje. Weits, kisah 5 mahasiswa yang kuliah di Belanda? Ah, biasa saja tuh. Eh, tapi tunggu dulu! Novel ini ditulis 4 penulis! Walah, rasa penasaran lalu muncul. Dari mana mereka dapat ide untuk menulis sebuah novel dengan satu alur cerita? Bagaimana menyatukan ide-ide yang pasti berbeda itu? (Catatan, salah satu penulisnya cewek!) Satu lagi, apa para penulisnya juga sekocak tulisan mereka?
Membaca cerita NVO (mulai dari tulisan asli sampai jadi) memang tidak membosankan. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, saya membaca cerita yang sama … bagian yang sama, berulang-ulang. Namun, masih juga saya terkekek-kekek membaca dan membayangkan adegannya. Yup, saya memang terhanyut ceritanya sampai bisa membayangkan tiap adegan dan para tokohnya. Nah, sampai akhirnya muncul pertanyaan tadi: sekocak apa penulisnya? Karena ada seorang penulis mengatakan bahwa tulisan kocak sering dihasilkan oleh penulis yang pembawaannya terlalu serius.
Namun ... kedatangan AAGABAN eh penulis NVO membuyarkan paradigma itu. Mas Wahyu dan Mas Adept ternyata memang kocak. Hehe, lihat saja penampilan mereka. Duh, kedatangan keduanya dengan seragam oranye ngejreng menarik pengunjung Gramedia di Ambarukmo Plaza (21/5). Acara temu penulis pun menjadi ramai dan penuh tawa. Cerita Mas Wahyu ditimpali celetukan jahil Mas Adept benar-benar menghidupkan cerita NVO. Ah, mereka memang penulis kocak!
Penasaran pun bertambah satu, kapan novel ini dibuat filmnya, ya?

Kamis, 23 Juli 2009

HEY

Hey, woman!
Stop being foolish!
You know the truth.
You are stronger than you think.

Come on, wake up!
Don’t be afraid to face the sun.
Your eyes are brighter than ever.
The earth is getting shimmer

23:30
280309

Rabu, 22 Juli 2009

ulang tahun ke-11 detikcom

Email? Wah, aku baru mengenalnya saat kuliah. Sebelumnya tidak begitu peduli dengan namanya email karena internet dulu hanya untuk mencari info yang berhubungan dengan mata kuliah. Namun, setelah sahabat dan teman-teman bertukar alamat email dan bercerita asyiknya saling berkirim email, aku menjadi penasaran. Belum ada keberanian untuk membuat email sendiri karena masih ‘gaptek’ alias gagap teknologi.
Akhirnya, aku berhasil juga membujuk seorang teman yang sedang tidak kuliah untuk membantuku membuat email dengan fasilitas internet di kampus. Deg-degan rasanya. Ah, seperti mau bertemu orang penting saja. Lucunya, aku tidak mau menggunakan komputernya sehingga temanku itu yang mengoperasikan fasilitas internet sementara aku di sampingnya sambil mengingat tiap langkah yang dilakukannya. Cukup lama juga aku berpikir untuk nama email pertamaku. Mulai dari nama panggilan hingga zodiak, ternyata sudah ada yang memakai. Akhirnya, kupilih nama yang cukup panjang. Setelah jadi, tak lupa aku mencatat nama dan kata sandinya.
Aduh, ternyata perasaan grogiku tidak hilang-hilang. Jadilah email kutengok hanya beberapa kali dalam setahun! Sekarang email itu pun sudah hangus karena dahulu ada syarat email harus dibuka paling tidak sekali dalam enam bulan atau akan hangus.
Sekarang aku sudah memiliki email baru dengan nama cukup pendek dan mudah diingat. Aku pun cukup rutin menengoknya untuk mengecek email masuk, siapa tahu ada kabar dari teman jauh atau info pekerjaan. Ternyata banyak manfaatnya.
Setelah itu, muncul eforia baru tentang blog. Saat itu memang belum begitu popular, tetapi (lagi-lagi) sahabatku menulariku virus mengeblog. Awalnya dia memintaku selalu membaca blognya jika aku sedang ke warnet. Lama kelamaan aku gatal ingin membuat blog juga. Ingin rasanya mem-posting tulisan-tulisan yang selama ini hanya menumpuk di kertas-kertas yang rawan hilang. Pengalaman membuat blog pertama kali sama anehnya dengan saat membuat email dulu. Namun, saat ini aku tidak bersama teman. Aku dipandu sahabatku melalui sms! Hehehe.
Kali pertama dan kedua masih gagal. Usut punya usut, ternyata sahabatku menggunakan tampilan Bahasa Indonesia, sedangkan aku dengan Bahasa Inggris. Ya ampun, pantas saja sempat tidak nyambung. Nah, setelah berhasil membuat blog, aku tidak langsung mem-posting tulisan sehingga sahabatku sempat protes karena tidak menemukan apa pun saat membuka blogku. Hehehe. Aneh memang.
Kemudian, saat sedang bersemangat untuk mem-posting tulisan, aku malah gagal melakukannya. Aku tidak bisa sign in ke blogku sendiri! Oh tidak, mungkinkah aku salah menuliskan alamat blog atau lupa kata sandinya? Yah, akhirnya aku harus menghubungi sahabatku tadi. Ternyata aku salah menulis alamat blognya. Wah, bagaimana mungkin aku bisa lupa! Aduh, ke-gaptek-anku belum berakhir. Setelah berhasil mengetahui alamat yang benar, giliran kata sandi yang salah kumasukkan. Aduh, aduh, malunya.
Setelah beberapa kali bolak-balik ke warnet dan mencoba, akhirnya aku bisa juga masuk ke blogku. Kesempatan yang tidak boleh disia-siakan! Aku langsung mem-posting beberapa tulisan lama. Wah, terlalu bersemangat ya? ;p
Kini aku sudah tidak malas buka email atau blog lagi. Namun, aku memang lebih sering menggunakan fasilitas chatting yang kukenal setelah aku bekerja. Hehehe. Apalagi sekarang, hampir semua pengguna internet sedang terserang virus layanan jejaring sosial. Fasilitas ini menghubungkan kita dengan banyak orang tanpa batasan tempat. Aku pun salah seorang di antaranya. Pertama kali memang masih canggung dan seperti yang sudah-sudah, sering lupa kata sandi.
Akan tetapi, ternyata aku bisa menemukan banyak manfaat positif sehingga tidak segan untuk belajar fasilitas baru yang ditawarkan. Manfaat yang paling terasa tentu saja berhubungan dengan pekerjaanku sebagai pekerja lepas. Komunikasi dengan pemberi lahan kerja bisa lebih lancar melalui chatting. Relasi kerja pun bertambah luas dengan mengikuti jejaring sosial. Ternyata dengan online, aku bisa menambah wawasan dan relasi!

Senin, 20 Juli 2009

Tentang Tom

Sebagian besar orang ikut kursus memasak biasanya karena ingin menjadi koki andal atau mungkin sekadar ingin pandai memasak. Namun, tidak demikian halnya dengan Tom. Yap, dia teman yang baru saja kukenal.
Ah, bagi Tom, Charlie adalah sang koki andal, baik di restoran maupun dalam kehidupannya. Charlie yang suka bawang, Charlie yang selalu penasaran dengan asal usul makanan di hadapannya …. Banyak yang bisa Tom ceritakan tentang Charlie, istri yang telah pergi setahun lalu karena kanker. Yah, karena Charlie, Tom bersemangat memasak, tetapi karena Charlie pula, Tom enggan menyentuh lagi dapur mereka.
Aku hampir menangis ketika mengetahui perjalanan cinta Tom dan Charlie. Benar, cinta memang sering datang dalam perbedaan. Mereka membuktikannya. Tom begitu perhitungan, sedangkan Charlie penuh spontanitas. Kecintaan akan memasak pun sering tidak memandang suasana. Charlie sampai menunda perjalanan bulan madu mereka hanya untuk mencari tahu cara membuat pasta yang mereka santap dalam sebuah perhentian. Sungguh itu memang Charlie yang telah membuat Tom jatuh cinta.
Saat pertama kali melihat Tom di sekolah memasak Lillian, kupikir dia hanya ingin menghibur diri dengan belajar memasak lagi. Namun, mungkin dia malah mendapatkan lebih dari itu. Tidak hanya teman dan tambahan pengetahuan tentang memasak, Tom juga mendapatkan kembali semangat hidupnya. Di akhir pelajaran memasak, wajah Tom semakin cerah. Mungkinkah karena Chloe, si gadis canggung? Atau Isabelle, wanita tua yang selalu terlihat linglung? Ah, mengapa aku sampai lupa nama Lillian, sang guru? Lillian yang sangat mencintai memasak lebih dari apa pun, Lillian yang mampu menceriakan hati seseorang hanya dengan satu hidangan ….
Yah, mungkin salah satu dari mereka, atau malah semuanya. Entahlah. Mungkin nanti aku akan menanyakan kepadanya. Semoga saja dia ikut lagi di kelas memasak selanjutnya. Hmm, apa yang akan kupelajari nanti ya? Salah, siapa yang akan kutemui di kelas berikutnya ya? Tidak sabar rasanya menanti September ….

16 Juli 2009

Kelas Memasak Lillian
Penulis: Erica Bauermeister
ISBN: 978-979-1227-74-2
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, September 2009

Mencium Kupu-Kupu

Aku ingin mencium kupu-kupu
Mencoba menyesap madu di bibirnya
Maniskah? Atau malah hambar?
Aku ingin tahu

Aku ingin mencium kupu-kupu
Mungkin hanya ciuman kilat
Namun mungkin juga hanya kecupan ringan
Seringan helai sayapnya

Aku ingin mencium kupu-kupu
Merasakan rapuh sentuhannya
Sesaat pun tak mengapa
Memuaskan dahaga ingin tahuku

Aku ingin mencium kupu-kupu
Aku ingin terbang bersamanya
Menikmati hangatnya cakrawala
Meski hanya di ujung senja


20.10
20 Juli 2009

glowing

they’re dancing tonight
around the ballroom full of guests
they’re dancing all night
think about nothing less

I see them dancing
with the white wedding gown
beautiful as it is
the dancing, the gown, and the sound

they’re dancing here
one hand upon the other
give the warm atmosphere
no more border

they’re just dancing
make their own music
sing their own lyric
they keep dancing

they’re dancing
they’re glowing
the sparkles are just there
the fun is everywhere

080609

Kamis, 30 April 2009

Resensor Eh Resensi untuk Gokil Dad

Wah, belum kering air mata karena terbahak-bahak membaca Gokil Mom, sekarang sudah menderas lagi setelah membaca Gokil Dad. Seperti orang gila, saya terkikik sampai terbahak-bahak saat membaca kekonyolan dalam diare eh diary Bapak Iwok. Baiklah, saya memang membacanya secara bertahap. Hehehe.
Saya memang cewek dan masih bujangan (aih, tidak nyambung!), tetapi pernah hidup bersama eh serumah eh dekat dengan sodara yang memiliki bayi. Duh, duh … pagi-pagi bau bayi sudah mengharumkan seluruh ruangan. Kadang bau itu bercampur omelan yang menyenangkan dari si ibu. Bagaimana dengan si bapak muda? Yah, memang sebelumnya senang, gembira, dan bahagia dengan kedatangan si bayi mungil. Namun, sekarang mulai deh bermacam kerepotan dan kerewelan menghadang di jalan si bapak. Eh, tunggu! Bukan hanya dari si bayi loh, si ibu juga tidak kalah rewelnya. Nah, Bapak Iwok ini menghadapi segenap kerewelan dengan gagah berani! Salut!!!
Buku ini bukan hanya kisah Bapak Iwok berlaku konyol saat sang putri masih bayi, tetapi juga saat bayi itu mulai bicara alias menginjak balita. Ah ah, interaksi bapak-anak putri mengalir selancar sungai yang menuju laut, tentu dengan segenap kekonyolan yang disadari maupun tidak disadari Bapak Iwok maupun keluarganya. Masalah yang bagi orang dewasa dianggap remeh dan tidak perlu dipertanyakan pun bisa menjadi bahan pertanyaan tak kunjung henti seorang Abith. Tunggu, tunggu … siapa Abith? Oiya, lupa tadi belum perkenalan. Abith adalah sulung Bapak Iwok yang sudah bikin keki sejak lahir. Mulai dari salah telinga saat mengazani, buang popok jijai, pertanyaan perlalulintasan, sampai kakek-nenek gajah! Waduh, waduh … daripada semakin bingung dan penasaran, langsung saja baca kisahnya. Ditanggung perut kejang dan mata pedih karena tertawa berurai air mata! Benar-benar seorang Gokil Dad!


Judul: GOKIL DAD
Penulis: Iwok Abqary
Penerbit: Gradien Mediatama
ISBN:978-602-8260-19-0
Jenis buku: Nonfiksi Komedi

Selasa, 07 April 2009

ENOUGH

Enough …
I’ve said enough
Though I haven’t done enough
Just feel enough

Did I do something wrong?
Or everything is wrong?
Perhaps I use the wrong sight
Or just see it in a wrong way

They said I haven’t forced myself
Too lazy to use my brain
Have I?
Maybe I have

Take me as guilty as I am
Give all the faults it takes
Put the whole burden on my shoulder
Worry not my head will explode

I’ll be alright
I know that for sure
But I just wanna go
No, I need to go

Call me stubborn
Name me pathetic
I must hear it one day
And get through it someday

Hmm, maybe it’s too much
Or it’s perhaps the time
Dealing with choices
Choosing the light

02:00
080409

curhat pagi buta

Aku tak tahu apa yang kurasakan. Penuh, sesak, terburu-buru. Oh, jangan lupakan perasaan tidak nyaman. Baiklah, ada juga rasa malas.
Apakah aku benar-malas menggunakan otak seperti yang mereka bilang? Yang lebih parah, apakah aku memang akan diam saja jika diminta melakukan hal yang tidak kusukai? Salah! Hal yang sudah kupilih tidak akan kujalani. Ah, benarkah tidak ada pilihan atau aku memang tak diberi pilihan lain? Apakah aku memang tak bisa memilih jalan itu tanpa mengambil pilihan yang mereka beri? Inikah saatnya aku memilih kembali? Untuk tetap tinggal dan menjalani semuanya, atau pergi dan memulai semua dari awal?
Mengapa ada ketakutan jauh di dalam sana? Aku takkan mampu bertahan sebelum mulai lagi. Aku hanya akan bertahan jika tetap tinggal. Tinggal dan menjalani jembatan yang mereka bangun, sambil berharap sesak ini akan berkurang lalu menghilang.
Ya ya, aku sedang bimbang dan bahkan waktu tak mau menemaniku. Aku harus tetap berjalan, tanpa bisa berhenti sejenak. Karena jeda … berarti aku memilih untuk berbalik ke arah yang berbeda. Arah baru yang belum pernah kujalani. Arah yang belum memiliki jembatan untuk menyeberanginya.
Sanggupkah aku mulai mengambil jeda, sejenak bernapas lalu melihat sekitar? Akankah aku mampu menemukan kayu-kayu tangguh untuk kujalin menjadi jembatan? Dapatkah aku menyemangati diri sendiri yang selama ini terlena dalam topangan orang lain?
Aku hanya harus mengatakan, aku bisa dan mau melakukannya! Bukankah ini memang cita-citaku sejak lama? Bukankah ini memang arah menuju tempat yang memang kuinginkan dan kuyakini memang tempatku? Mengapa pula aku masih di sini? Termangu dan terpaku silau cahaya tempat lain? Seharusnya aku segera memulainya, dari awal.
Aku sudah memutuskannya sekarang. Pertanyaannya adalah apakah aku akan berani untuk segera melakukannya.

Lamunan di tengah riak binatang malam
02:45
080409

DREAMING THE DREAM

Wishing you where here, my friend
Hoping you have the same dream
Not about victory or fame
Just a bunch of land

There we can rest our wings
Where our ways are not a secret
We will run without regret
Taking change to free all feelings

Never stop to think the future
Not far enough from our sight
And more than words we can mutter
Believing we can catch under the light

But you’re not here, my friend
Only the presence of your odour
Remembering the time we became friend
That’s to me is an honour

For you, May
02:50
050409
Sayapku tidak patah, hanya lelah.
Tak ingin lelap dalam resah.
Tertatih sambil merintih, tanpa suara dalam kata.
Sayapku sedang lelah, tiada sanggup mengepak.
Ingin kubasuh buih pelangi, tapi musim tiada berganti.
(Selamat malam, para bidadari. Biarkan kau dipeluk mimpi.)

21 Maret 2009 tengah malam

Restless

210309
Restless …
Can’t think, don’t know what I feel
Can’t take a breath without burden
Where should go then?

Too restless
Just need a rest
Wanna lay down for awhile
Somewhere …

Why am I restless?
Too much voices in my head
Can’t make them go
Just wanna disappear

Restless …
My soul can’t feel peace
My heart just feel empty
My mind is going blind

Restlessness …

220309
06.00

Kamis, 05 Maret 2009

Puyeng

Puyeng? Iya, puyeng. Jobdesk baru yg seharusnya menyenangkan mlh tdk kunikmati. Ada yg salah dgku? Mungkin. Aku merasa ada yg salah dlm diriku. Sisi negatif bermunculan dan bikin tambah puyeng. Apa aku sudah ada di tempat yg tepat, mengerjakan tugas yg tepat, atau menuju arah yg tepat?
Baiklah, baiklah, aku semakin puyeng saja. Apa aku termasuk orang yg tidak mau berpuyeng-puyeng untuk menjadi lebih baik? Salahkah itu? Apakah aku memang sudah terbuai zona nyaman? Salahkah itu? Aku juga tak ingin terperangkap dalam zona nyaman dan tidak berkembang. Namun, apakah tidak terpontang-panting berarti ada di zona nyaman? Entahlah, aku malah tidak ingin memikirkan apa itu zona nyaman.
Mengapa aku tidak bisa langsung saja melakukan hal yg membuatku nyaman, tidak mengganggu kenyamanan orang lain, dan bisa membuat orang lain nyaman ....
Sudahlah, aku tidak ingin membuat kesimpulan apa pun. Aku hanya sedang puyeng saja.

12:55
060309

Jumat, 27 Februari 2009

Those tears haven’t dried.
Those liars haven’t gone.
May I just pass by?
Without asking you why.

060209

Keenggananku

Aku sedang berusaha menghadapi apa yg selama ini memang tak ingin kuhadapi. Bukankah kita tidak diharuskan menjalani semua jembatan dan menyeberangi semua sungai? Kita boleh memilih apa yg ingin kita jalani. Namun, aku sekarang sedang menjalani pilihan yg diberikan padaku. Eh, bukan, bukan! Aku sebenarnya bisa saja memilih untuk mendiamkannya, atau malah berhenti dan pergi. Entahlah, aku merasa ingin mencoba menaklukkan hal itu dengan melakukan apa yg tidak ingin kulakukan dan memang tidak kusukai. Ah, jadi ingat sebuah acara di tv tentang seorang yg menjalani kehidupan orang lain yg benar-benar berbeda dengan kesehariannya sendiri. Apakah aku sedang melakukan hal seperti itu? Entahlah, mungkin saja. Namun, aku bertekat untuk belajar sesuatu dari sini, apa pun itu. Fiuh, apakah aku siap menghadapi hal terburuk yg bisa terjadi? Apakah energiku yg tidak penuh ini bisa membuatku menyeberangi ‘jembatan’ itu? Aku tak bisa menjawabnya. Aku harap aku bisa.

22.40
24022009

Kamis, 26 Februari 2009

Kembali Menulis

Aku memang bukan pembaca sejati, apalagi pembaca buku-buku bagus. Aduh, jangan tanya padaku nama-nama penulis terkenal, mau dari Indonesia atau mancanegara. Hands up! Mending minta aku lari keliling Mandala Krida 10 kali deh. Apalagi kalau diajak diskusi tentang aliran atau konsep sastra. Kepalaku langsung pening. Maafkan daku, ya! ;p
Ah, aku juga bukan penyair. Aku cuma suka nulis apa yg kurasakan saja. Kadang memang aku bisa nulis berparagraf kalimat bermakna. Namun, aku lebih sering hanya mampu menulis satu baris kata yg mungkin tak ada maknanya. Ya ya, mana mungkin aku berani menyebut diri sbg penyair atau penulis. Duh, jauh banget deh. Aku hanya bisa bilang kalau mulai suka lagi menuliskan apa yg ada di kepalaku.
Oleh karena itu, izinkan aku setidaknya mengisi blog-ku dengan apa pun yg sedang terlintas di kepalaku. Jika kalian suka, singgahlah sejenak. Namun, jika tidak, lanjutkanlah perjalanan tanpa merasa terpaksa. Baiklah, aku akan mulai lagi mengisi blog ini.

22.10
24Feb09

Rabu, 28 Januari 2009

NEW

I've just realized it.
A new thing comes, a new moment.
Alright, I just need to enjoy the time for a moment.
Perhaps, embrace the unexpected will be just fine.
For now.

19.10
280109
Aku hanya mampu melukis di otakku
Kau tak bisa melihatnya
Mereka pun tidak

Bukankah aku ingin melukis langit?
Agar kau dapat melihatnya
Mereka pun akan menikmatinya

Lalu mengapa aku masih di sini?
Duduk termangu dalam lamunan
Membiarkan langit menari sendirian

Kuas itu juga sudah tak di tanganku
Bagaimana aku melukisnya?
Haruskah kutoreh dengan air mata?

04.40
03012009